Minggu, 16 Oktober 2011

Retensio Plasenta

2.1.       PENGERTIAN
Ø   Retensio Plasenta merupakan tindakan operasional kebidanan untuk melahirkan plasenta.
     (Sarwono Prawihardjo, hal 178)
Ø Retensio Plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata dapat terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas korio karsinoma
(Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, hal. 300)
Ø Retensio Plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum lahirnya plasenta liingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir
 (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).
Ø Retensio Plasenta adalah plasenta belum lahir 1/2 jam sesudah anak lahir (Obstetri Patologi, hal. 234).
2.2.       JENIS-JENIS RETENSIO PLASENTA
2.2.1.      Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2.2.2.   Plasenta Akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miornetrium.
2.2.3.   Plasenta Inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki miornetnum.
2.2.4.   Plasenta Perkereta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus
2.2.5. Plaserita Inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri disebabkan oleh kontriksi osteum uteri.
2.3.       ETIOLOGI
a). plasenta belum lepas dari dinding uterus; atau
b). plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
a). kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);
b). plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

2.4.            ANATOMI
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin


2.5.ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.


2.6.            Retensio Plasenta dengan Separasi Parsial
a. Tentukan jenis Retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil .
b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan bila ekpulsi plasenta tidak terjadi, cobakan traksi terkomntrol tali pusat .
c. Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 50 cc Ns/RL dengan 40 tetesan/menit. Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400 mg rektal .
d. Bila traksi terkontrol gagal, lahirkan plasenta secara hati-hati dan halus.
e. Lakukan tranfusi darah bila diperlukan.
f. Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 29 Iv/oral + metronida 20 l g supositorial/oral).
g. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.
2.7.            Plasenta Inkarserata
a. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
b. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontriksi servik dan melahirkan plasenta.
c. Pilih fluathane atau eter untuk kontriksi servik yang kuat tetapi siapkan infus oksitosis 20 IV dalam 500 mg NS/RL dengan 40 tetes/menit untuk mengan tisipasi ganguan kontraksi yang disebabkan bahan anestesi tersebut.
d. Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut berikan analgesik (tramadol 100 mg IV atau fetidine 50 mg IV dan sedotif (diazepam 5mg IV) pada tabung suntik terpisah.
2.8.            Plasenta akreta.
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam, sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilitas pasien dan rujuk ke RS.
2.9.            Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah :
2.7.1.          PERASAT CREDE’
Perasat crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi :
1. Syarat
—Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong
2. Teknik pelaksanaan
·       Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede’ tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion uteri.
·       Perasat Crede’ dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara manual.
2.7.2.          MANUAL PLASENTA
a.         Pengertian
Manual placenta merupakan tindakan operasional kebidanan untuk melahirkan plasenta.
b.         Tehnik Manual Placenta
Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.
Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut
Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.8
Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.8
Gambar 3. Mengeluarkan plasenta
Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.8
c.         Komplikasi Tindakan Plasenta Manual
Tindakan plasenta manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
Terjadi perforasi uterus.
a.         Terjadi infeksi : terdapat sisa plasenta atau membran dan bakteria terdorong ke dalam rongga rahim.
b.    Terjadi perdarahan karena atonia uteri.
d.        Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan :
a.         Memberikan uterotonika intramuskular atau intravena.
b.        Memasang tamponade uterovaginal
c.         Memberikan antibiotika
d.        Memasang infuse
e.         Persiapan transfusi darah.(Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, hal : 302 - 303).
Prawihardjo, Sarwono.2002.Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.YPS: Jakarta Manuaba, Ida. 1998 .Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta, EGC.
Sulistyowati,Ari.2010.Asuhan Kebidanan Pada Bersalin.Salemba Medika:Jakarta
http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/03/retensio-plasenta.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar