2.1. PENGERTIAN
Ø
Retensio Plasenta
merupakan tindakan operasional kebidanan untuk melahirkan plasenta.
(Sarwono Prawihardjo, hal
178)
Ø Retensio Plasenta adalah terlambatnya kelahiran
plasenta selama setengah jam setelah
kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai
benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata dapat
terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas
korio karsinoma
(Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan, hal. 300)
Ø
Retensio
Plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum lahirnya plasenta liingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir
(Pelayanan
Kesehatan Maternal
dan Neonatal, 2002:178).
Ø
Retensio Plasenta
adalah plasenta belum lahir 1/2 jam sesudah anak lahir (Obstetri Patologi, hal. 234).
2.2. JENIS-JENIS
RETENSIO PLASENTA
2.2.1. Plasenta
Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2.2.2. Plasenta Akreta adalah implantasi jonjot
korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miornetrium.
2.2.3. Plasenta Inkreta adalah implantasi jonjot
korion plasenta hingga mencapai / memasuki miornetnum.
2.2.4. Plasenta Perkereta adalah implantasi jonjot
korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa
dinding uterus
2.2.5.
Plaserita Inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri disebabkan
oleh kontriksi osteum uteri.
2.3. ETIOLOGI
a). plasenta belum lepas dari dinding uterus; atau
b). plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
b). plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
a). kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);
b). plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
a). kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);
b). plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum
keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
2.4.
ANATOMI
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15
sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram.
Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16
minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti
benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin,
yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian
ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral
arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan
tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai
mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah
tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan
tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin,
mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2,
membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin
2.5.ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Setelah
bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi
otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi,
sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal.
Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara
progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian
mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika
jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan
pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di
uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan.
Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan
terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi
secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga
persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh
menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus
tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Tanda-tanda
lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus
menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah
abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali
pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah
plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh
dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau
atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya
tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang
sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan
tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang
biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan
tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
2.6.
Retensio Plasenta
dengan Separasi Parsial
a. Tentukan jenis
Retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil .
b. Regangkan tali pusat
dan minta pasien untuk mengedan bila ekpulsi plasenta tidak terjadi, cobakan
traksi terkomntrol tali pusat .
c. Pasang infus
oksitosin 20 unit dalam 50 cc Ns/RL dengan 40 tetesan/menit. Bila perlu
kombinasikan dengan misoprostol 400 mg rektal .
d. Bila traksi
terkontrol gagal, lahirkan plasenta secara hati-hati dan halus.
e. Lakukan tranfusi
darah bila diperlukan.
f. Berikan antibiotika
profilaksis (ampisilin 29 Iv/oral + metronida 20 l g supositorial/oral).
g. Segera atasi bila
terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.
2.7.
Plasenta Inkarserata
a.
Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
b.
Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontriksi
servik dan melahirkan plasenta.
c.
Pilih fluathane atau eter untuk kontriksi servik yang kuat tetapi siapkan infus
oksitosis 20 IV dalam 500 mg NS/RL dengan 40 tetes/menit untuk mengan tisipasi
ganguan kontraksi yang disebabkan bahan anestesi tersebut.
d.
Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam
ovum lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut
berikan analgesik (tramadol 100 mg IV atau fetidine 50 mg IV dan sedotif
(diazepam 5mg IV) pada tabung suntik terpisah.
2.8.
Plasenta akreta.
Tanda penting untuk
diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus/korpus apabila tali pusat
ditarik. Pada pemeriksaan dalam, sulit ditentukan tepi plasenta karena
implantasi yang dalam upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan
kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilitas pasien dan rujuk ke RS.
2.9.
Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri
persalinan adalah :
2.7.1.
PERASAT CREDE’
Perasat
crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi :
1. Syarat
—Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong
2. Teknik
pelaksanaan
·
Fundus uterus dipegang
oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan
depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. setelah
uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah
jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede’ tidak
boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan
inversion uteri.
·
Perasat Crede’ dapat
dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara manual.
2.7.2.
MANUAL
PLASENTA
a.
Pengertian
Manual
placenta merupakan tindakan operasional kebidanan untuk melahirkan plasenta.
b.
Tehnik
Manual Placenta
Sebelum
dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita
diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan
kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg
intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator
berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri)
meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari
dikuncupkan membentuk kerucut.
Gambar 1.
Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut
Dengan ujung
jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks
dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini
dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang
membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus
uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke
bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan
fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah
ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.8
Gambar 2.
Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui
celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara
dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan
tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau
mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya
jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus
(perforasi) dapat dihindarkan.8
Gambar 3.
Mengeluarkan plasenta
Setelah
plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada
bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu
ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar,
gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin)
satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan
spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan
apabila ditemukan segera di jahit.8
c.
Komplikasi
Tindakan Plasenta Manual
Tindakan
plasenta manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
Terjadi
perforasi uterus.
a.
Terjadi infeksi
: terdapat sisa plasenta atau membran dan bakteria terdorong ke dalam
rongga rahim.
b. Terjadi perdarahan karena atonia uteri.
d.
Untuk
memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan :
a.
Memberikan
uterotonika intramuskular atau intravena.
b.
Memasang
tamponade uterovaginal
c.
Memberikan
antibiotika
d.
Memasang
infuse
e.
Persiapan
transfusi darah.(Ilmu
Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, hal
: 302 - 303).
Prawihardjo, Sarwono.2002.Pelayanan
Kesehatan Maternal
dan Neonatal.YPS:
Jakarta Manuaba,
Ida. 1998 .Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan, Jakarta, EGC.
Sulistyowati,Ari.2010.Asuhan Kebidanan Pada Bersalin.Salemba Medika:Jakarta
http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/03/retensio-plasenta.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar